RKUHAP Dinilai Lemahkan OTT KPK: Cara Senyap untuk Membatasi Kewenangan?

Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menuai kritik karena berpotensi menghambat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. IM57+, organisasi wadah eks pegawai KPK, menilai ketentuan penyelidikan dan penyadapan dalam RKUHAP sebagai upaya terselubung untuk melemahkan KPK. Ketua IM57+, Lakso Anindito, mengatakan aturan tersebut dapat menjadi 'silent way' untuk membatasi kewenangan KPK dalam melakukan OTT. Ia bahkan memprediksi, tanpa perubahan substansial, RKUHAP akan efektif menghapuskan OTT KPK. Anindito menambahkan, upaya pelemahan KPK bukanlah hal baru, mengingat revisi UU KPK tahun 2019 juga telah mengurangi kewenangan lembaga antirasuah tersebut.
Senada dengan IM57+, Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Imam Akbar Wahyu Nuryamto, menyoroti perbedaan definisi penyelidikan dalam RKUHAP dengan UU KPK. RKUHAP mendefinisikan penyelidikan sebagai pencarian peristiwa tindak pidana, sementara UU KPK mensyaratkan bukti permulaan minimal dua alat bukti. Perbedaan ini, menurut Imam, akan mempersulit KPK dalam memperoleh alat bukti dan mengurangi peluang pelaksanaan OTT. KPK sebelumnya telah mengidentifikasi 17 poin bermasalah dalam RKUHAP yang dinilai tidak sinkron dengan kewenangan KPK, termasuk aturan penyadapan dan pembatasan dalam penyelidikan. Oleh karena itu, terdapat kekhawatiran bahwa RKUHAP akan semakin memperlemah KPK dan menghambat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Seruan untuk menghentikan pembahasan pasal-pasal bermasalah dalam RKUHAP dan melibatkan partisipasi publik secara substansial pun mengemuka.
Posting Komentar