Pakar Hukum UI Pertanyakan Vonis Tom Lembong: Apakah Niat Jahat Harus Ada dalam Kasus Korupsi?

Profesor Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, mempertanyakan putusan hakim yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong atas kasus dugaan korupsi impor gula. Hikmahanto menekankan pentingnya unsur mens rea atau niat jahat dalam pasal 2 UU Tipikor. Ia berpendapat bahwa putusan tersebut keliru karena tidak mempertimbangkan absennya niat jahat dalam tindakan Tom Lembong.
Hikmahanto menjelaskan bahwa delik korupsi dalam Pasal 2 UU Tipikor berbeda dengan delik lain seperti Pasal 359 KUHP yang mengatur kematian akibat kelalaian. Ia mencontohkan tiga pendekatan dalam kasus pidana yang menyebabkan kematian: adanya mens rea dan actus reus, adanya mens rea tanpa actus reus yang sempurna (percobaan), dan kematian akibat kelalaian. Menurutnya, Pasal 2 UU Tipikor lebih mirip dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian, yang juga tidak mensyaratkan kata 'dengan sengaja' namun tetap mengharuskan adanya mens rea.
Hikmahanto berargumen bahwa tidak adanya frasa 'dengan sengaja' dalam Pasal 2 UU Tipikor bukan berarti menghilangkan kewajiban pembuktian mens rea. Ia menyoroti perbedaan perumusan pasal tersebut dengan pasal yang mengatur tindak pidana karena kealpaan. Menurutnya, dalam kasus korupsi atau pencurian, mustahil terjadi tanpa adanya mens rea. Ketiadaan mens rea menjadi poin penting dalam memori banding yang diajukan Tom Lembong.
Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, juga menyoroti absennya bukti niat jahat dalam kasus kliennya. Ia mempertanyakan bagaimana suatu tindak pidana korupsi dapat terjadi tanpa adanya niat jahat, menekankan perlunya bukti kuat atas mens rea. Putusan pengadilan dinilai tidak mempertimbangkan hal tersebut, menjadi dasar utama banding yang diajukan.
Posting Komentar